“Pasukan pemenang mendapatkan kemenanganya
sebelum berangkat ke medan pertempuran” Sun Tzu
Pasang surut kaderisasi organisasi gerakan mahasiswa, yang
termanifestasi dalam proses kaderisasi formal yang dilakukan terlihat sekali
bahwa hampir setiap organasisasi kader mahasiswa di berbagai kota, selama ini
sangat bergantung pada momentum yang ada. Setiap
ada momentum orientasi mahasiswa baru biasanya
kaderisasi akan berjalan, namun
ketika tidak ada momentum maka kaderisasi akan
kembali surut. Kemandegan ini disebabkan adalah kesalahan
cara pandang gerakan dalam menempatkan prioritas kerja organisasi. Roda gerak
sebuah organisasi haruslah meletakkan prioritas utamanya pada pembangunan
basis, Seluruh aktifitas baik aktifitas sekretariat dan aktifitas panggung
lainnya (diskusi besar/kecil dan bahkan aksi-aksi massa yang dilakukan) harus
juga dimaknai sebagai pembangunan basis. Apabila pembangunan basis tidak
dilakukan maka organisasi mudah sekali menjadi elitis, jauh dari massa dan
jelas akan mudah mengalami kemandekan. Pembangunan basis adalah perwujudan
konkret dari kepemimpinan dalam suatu wilayah kampus.
Jangan sekedar bergantung pada momentum
Momentum
memang sangat membantu dalam memobilisir mahasiswa baru untuk
direkrut menjadi anggota. Namun ketergantungan terhadap momentum sajayang ada hanya akan membuat kaderisasi menjadi statis dan mandeg. Hal ini tentu akan
menghambat tercapainya perjuangan dalam gerakan mahasiswa. Oleh karena itu setiapmomentum yang adaharus dioptimalkan
secara maksimal dengan langkah-langkah pengorganisiran massa yang disiplin,
terencana, terarah dan jelas dalam pelaksanaanya.
Pengorganisiran massa agar menjadi kekuatan kaderisasi yang masiv adalah pekerjaan membangun massa sadar yang
terorganisir dan berkekuatan. Makna massa sadar harus dilihat dalam dua pengertian:
pertama, secara kognitif
(kesadarannya) dan kedua, secara politik (tindakannya untuk berjuang). Massa sadar
yang bertindak sebagai atau dalam pengertian kader, adalah massa maju yang
berjuang membangkitkan dan berjuang bersama massa mahasiswa yang lain. Kader menjadi
bagian dari setiap gerakan massa, memajukan politik perlawanan tersebut, dan terus
memperluas/memperbanyak massa maju atau kader lainnya di antara massa berlawan
tersebut. Di sinilah pengertian kader sesungguhnya, sebagai kader revolusioner,
yaitu selalu tidak pernah dan tidak bisa dipisahkan dari perjuangan
massa—sehingga berbeda dengan aktifis salon (menara gading) (yang tidak berada
di tengah massa berjuang), ataupun pekerja sosial (yang tidak untuk memajukan
massa (secara kognitif dan tindakan).
Pengertian kader dan pengorganisiran massa sebagaimana dijelaskan di atas
adalah pengertian yang sekaligus menjawab pertanyaan: bagaimana kader tumbuh
bersama kesadaran massa (yang masih masih reformis) dan memajukannya (menjadi
revolusioner), sehingga batas kesadaran kader dengan kesadaran massa semakin
menipis?
Oleh karenanya perjuangan kognitif (kesadaran) harus disatukan dengan
tindakan perjuangannya/perwujudannya. Dan
agar kesadaran lebih mudah dapat didorong menjadi tindakan perjuangannya/perwujudannya, maka kita bisa berangkat dari persoalan
mendesak mahasiswa
umumnya mahasiswa baru khususnya, dari tuntutan-tuntutan darurat mahasiswa itu, dari persoalan yang kasat mata dilihat dan
dihadapi mahasiswa.
Kesadaran akan tuntutan reformis tersebut didorong (baca: diorganisir)
menjadi tindakan (baca: mobilisasi) politik massa (yang meluas, membesar dan
menguat) dalam memperjuangkan tuntutan-tuntuannya (ekonomis sekalipun), berupa
mobilisasi-mobilisasi massa yang menuntut.
Strategi dan Manajemen Pencitraan
Salah satu
aspek penting dalam perjuangan
PMII dalam memperjuangkan gagasan serta mendapatkan pengikut adalah
dengan menggunakan cara – cara persuasi dan manajemen pencitraan yang baik.
Dalam The Persuasive Campaign or Movement yang merupakan salah satu sub
judul buku persuasion, reception and responsibility, Larson membagi
model kampanye atau sosialisasi gagasan dalam tiga mode :
- Kampanye yang beorientasi terhadap isu
poloitik
- Kampanye produk sebagaimana iklan sebuah
produk
- Kampanye
isu – isu ideologis atau perjuangan gerakan sosial. (Larson, 1986; 200 –
201)
Berkaca pada konsep ini, kampanye yang dilakukan PMII dalam
memperjuangkan Islam Indonesia ala Ahlussunah wal jamaaah dan gerakan sosial
diakar rumput bisa dikategorikan
sebagai kampanye perjuangan ideologis.
Bagaimana
Caranya?
I.
Investigasi
Investigasi adalah pekerjaan pencarian data tentang karakter massa (baik
seara ekonomi, politik maupun budaya), apakah itu secara teritorial ataupun
secara sektoral. Selain di teritori
basis yang sudah kita organisir, sasaran/arah teritori atau sektor yang akan
diinvestigasi diperoleh dari rekomendasi sahabat-sahabat yang bekerja dalam pekerjaan perluasan, dari analisa
geopolitik dan sebagainya. Dua masalah yang hendak diketahui dalam investigasi
adalah: 1) kebutuhan-kebutuhan/persoalan-persoalan ekonomi (atau yang lainnya)
yang sangat mendesak bagi mahasiswa baru. Tujuannya agar mahasiswa baru mau masuk dalam mimbar/wadah kita. 2) mengetahui apakah mereka mau
melawan/berjuang atau tidak atas persoalan mendesak tersebut; 3) mengapa mereka
mau atau tidak mau berjuang untuk mengatasi persoalan-persoalannya sendiri.
II.
Penyadaran
Tahap kedua adalah penyadaran atau sering disebut tahap agitasi-propaganda.
Dalam program pengorganisiran
massa, tahap kedua
ini merupakan pekerjaan yang paling banyak porsi waktunya. Karena dalam tahap
inilah kesimpulan investigasi diolah, agar diketahui akar masalah mengapa massa
tak sanggup berjuang, bagaimana mengobatinya agar betul-betul sanggup
memperjuangkan persoalannya, dan mengerti kemenangan sejati yang harus dicapai.
Tahapan
Penyadaran :
a.
Penyadaran tentang tuntutan yang mendesak dan
yang sejati
b.
Penyadaran tentang cara berjuang (dalam arah
revolusi)
III.
Mobilisasi
Pada tahap ini, kembali dijelaskan rencana mobilisasi (beserta rincian
tuntutan, sasaran dan lain sebagainya) dan
ditanyakan kesanggupannya untuk terlibat dalam organisasi pergerakan. Kesanggupan tersebut merupakan kreteria
(tolak ukur) keberhasilan pekerjaan TAHAP I (INVESTIGASI) dan TAHAP II
(PENYADARAN). Begitulah kita mengukur penerimaan massa terhadap rencana program
pengorganisiran massa. Dalam TAHAP III (MOBILISASI), setiap harinya
harus ada (organiser) yang selalu memobilisasi massa untuk ikut bergabung dalam organisasi pergerakan
yakni PMII.
Dalam
menjalankan proses pengorganisiran massa ini tidak boleh ada keterputusan antar
suatu proses dengan proses yang lainnya, karena antara satu dengan yang lainnya
saling terkait, dan proses tersebut akan berjalan terus menerus. Skema ini
paling tidak memeberikan sedikit gambaran kepada kita bagaimana cara
pengakaderan PMII.
[1] Papper ini disampaikan pada acara Dikusi strategi dan taktik kaderisasi
PMII Komisariat UIN SGD Kota Bandung
pada tanggal 13 Agustus 2011
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
0 komentar:
Posting Komentar