Photobucket Photobucket Photobucket

Ngeblues

Ngeblues

Pirates

Pirates

Revolusi Harapan Erich Fromm

Kamis, 15 September 2011


Judul : REVOLUSI HARAPAN
Penulis : Erich Fromm
Penerjemah : Kamdani
Penerbit : Pustaka Pelajar (anggota IKAPI) Yogyakarta
Tahun :1996
Tebal : x, 166 hlm. 21 cm.
Resensi Oleh : Taufik Nurrohim
Mencermati zaman modern yang makin makmur ini Erich Fromm melihat ada sesuatu yang tidak beres dengan kondisi masyarakat modern ini. Apa yang ia risaukan sebagai kekurangan zaman ini?
Dia melihat di tengah-tengah kita ada hantu, bukan hantu kuno seperti komunisme atau fasisme dan hantu ini tak kalah jahat dari kapitalisme, melainkan hantu baru : masyarakat yang dimesinkan secara total, dan hanya sedikit orang saja yang mampu melihatnya, tak lain : keterasingan manusia modern , manusia yang diperbudak menjadi mesin, (completely mechanized society) ; kehilangan otensitas pengalamanya sebagai manusia.
Inilah realitas sosial bawah sadar yang dihayati masyarakat modern (kapitalis), bahwa individu-individu kehilangan jatidirinya, dan akhirnya menjadi roda-roda gigi alias sekrup saja dari sebuah mesin raksasa; mendewakan produksi maksimal, konsumsi massal, dimana surga adalah hypermarket dan ingin meraup dan membawa pulang semua itu, memuaskan nafsu belanja sepuas-puasnya untuk menghindari kecemasan.
Hidup manusia kemudian hanyalah ikut dalam mesin yang memproduksi barang-barang secara massal dan mengkonsumsi terus-menerus. Bentuk masyarakat yang seperti ini, berikut nilai-nilai yang diusungnya sangatlah berbahaya, meski sudah dianggap normal saja. Maka revolusi harapan ia canangkan, revolusi menemukan kembali renaissans humanisme universal dan harapan menuju masyarakat yang meletakan teknologi dan ilmu pengetahuan sebagai pelayan manusia.
Menurut fromm, harapan itu bersifat paradoks. Harapan bukanlah menunggu secara pasif juga bukan pemaksaan yang tidak realistis terhadap keadaan yang tidak bisa dilakukan. Ia seperti harimau yang diringkus, yang akan melompat hanya jika waktunya untuk melompat tiba. Baik reformisme yang melelahkan maupun adventurisme psedo-radikal, itu bukan ungkapan dari harapan. Berharap berarti siap setiap saat terhadap apa yang belum lahir, dan tidak menjadi sedih jika tidak ada kelahiran dalam hidup kita.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini terjadi  semacam tren  untuk mengembangkan teknologi, manusia berlomba-lomba  menciptakan  teknologi  yang lebih canggih. Dan hal itu bukan  aneh lagi karena memang pada hakekatnya, menurut Erich Fromm,  penulis buku ini, manusia adalah HOMO FABER, artinya makhluk yang membuat peralatan,  selain itu manusia juga sebagai HOMO ESPERANS,  yaitu manusia yang berharap, akan semakin memperkokoh potensi yang  ada pada manusia untuk berkreasi menciptakan peralatan-peralatan yang lebih canggih dan lebih praktis dalam memenuhi segala  kebutuhan hidupnya.
Disisi lain perkembangan teknologi ternyata juga  menimbulkan masalah  karena untuk mencapai tingkat canggih dan  praktis  yang diinginkan  itu, manusia bisa menghalalkan segala cara dan tidak lagi  mengindahkan  nilai-nilai, norma-norma, dan  etika,  bahkan sifat-sifat manusia sebagai manusia itu sendiri.
Salah  satu  aspek  yang dominan untuk  mewujudkan  hal  ini, adalah  kontrol terhadap sistem manusia itu sendiri. Erich  Fromm menyatakan  sistem sosial dewasa ini akan dapat  dipahami dengan baik  hanya  jika seseorang menghubungkan sistem  manusia  dengan sistem  secara keseluruhan. Jadi harus ada perubahan atas  segala sistem  yang  ada  saat ini, baik itu  sistem politik,  ekonomi, maupun  sosial.  Namun,  dia  tidak  menyetujui  adanya  revolusi (kekerasan) sebab kekerasan adalah paradoks yang menakjubkan  dan membingungkan  karena dalam suasana dimana  kekerasan  kehilangan rasionalitasnya,  ia  malah dipandang  sebagai metode  pemecahan masalah.
Lantas  Fromm  mengemukakan pendapatnya  bahwa  "dehumanisasi Teknologi" lebih layak diungkapkan sepenuhnya hanya dalam gerakan yang  tidak  birokratis,  tidak  berhubungan dengan  mesin-mesin politik  tapi  merupakan hasil dari usaha-usaha  yang  aktif  dan imajinatif dari orang yang mempunyai kesamaan tujuan. Erich Fromm mengusulkan  agar jenis gerakan ini dibagi menjadi 2 level  yaitu Grup (besar)  dan  Klub (lebih  kecil). Pada  Grup,  arah  geraknya menuju  ke  transformasi personal dari pribadi yang  terasing  ke pribadi  yang  berpartisipasi secara aktif. Dan  hubungan  antara Klub-Klub,  fromm menyatakan bahwa tidak ada hubungan  birokratis formal kecuali bahwa Klub-Klub bisa memiliki sumber-sumber informasi yang dikemukakan oleh publikasi yang mengabdi pada Klub-Klub tersebut.
Tidak berlebihan jika Fromm menjabarkan usulannya itu  secara panjang  lebar  sebab dia tetap mengacu pada semua  ide-ide  yang mempengaruhi pemikirannya, sehingga terkadang bahasannya  menjadi meloncat-loncat  dari sisi psikologi ke sisi sosiologi dan  politik. Sebuah buku yang luar biasa untuk merefleksikan diri di zaman modern yang serba absurd ini.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

2 komentar:

ghifari decha mengatakan...

IMAN,ILMU, AMAL BUKAN DZIKIR FIKIR AMAL SOLEH, YAKUSA!!!

Unknown mengatakan...

Good

Posting Komentar