Photobucket Photobucket Photobucket

Ngeblues

Ngeblues

Pirates

Pirates

KENIKMATAN TIDUR

Sabtu, 05 Februari 2011

Dahulu seorang ajengan lewat di hadapan seorang pemuda yang terkenal pemurung dan suka menyendiri. Ketika si pemuda sedang asyik dalam satu lamunan, sang Ajengan bertanya, “Sedang apa Anak Muda?”

“Sedang mencari jawaban dari satu pertanyaan, Kiai,” katanya dengan hormat yang dipaksakan.

“Pertanyaan apa? Coba katakan, mungkin saya bisa memberi jawaban atau memecahkan pertanyaan kamu itu.”

“Pertanyaan ini sukar dijawab, Kiai,” kata si pemuda sambil bermaksud meninggalkan Ajengan.

Tapi sang Ajengan berkata kembali, “Tanyakan saja kepadaku. Kalau aku bisa akan aku jawab. Kalau tidak, ya sekurang-kurangnya kita bisa sama-sama mencari jawabannya.”

Si pemuda akhirnya menanyakan juga pertanyaan itu, “Baiklah. Tapi saya mohon Kiai jangan marah.”

Satu perkataan itu membuat gusar sang Ajengan.

“Pertanyaan saya adalah kapankah kita merasakan nikmatnya tidur?” Tanya si pemuda penuh keseriusan.

Sang Ajengan kaget dengan pertanyaan itu. Pikirnya, si pemuda akan bertanya tentang satu permasalahan berat seputar agama, misalnya takdir. Tapi Ajengan kita ini akhirnya menjawab, “Ya ketika kita bangun dari tidur. Setelah tidur.”

“Itu bukan nikmatnya tidur yang kita rasakan, tapi nikmatnya bangun,” kata si pemuda.

Ajengan mengerutkan dahi sebentar, dia membenarkan kata-kata si pemuda. Lalu dia memberikan jawaban lain, “Ketika kita akan tidur.”

“Tidur saja belum, masa kita bisa merasakan nikmat sesuatu yang sesuatu itu belum kita lakukan,” sanggah si pemuda yang mungkin bagi sang Ajengan kedengarannya menjengkelkan dan menghina dirinya.

“Kalau begitu ketika kita tidur,” lanjut Ajengan sedikit marah.

“Ketika kita tidur? Bukankah ketika kita tidur akal kita mati dan kita tidak sanggup merasakan apa pun sebab kita sedang tidak sadar. Bahkan ketika kita tidur, kita tidak punya rasa malu,” kembali si pemuda menyanggah jawaban Ajengan.

Muka sang Ajengan kita merah padam. Dia merasa dihina oleh si pemuda. Akhirnya dia berkata, “Kamu gila!”

Si pemuda tak mau kalah, dia berkata, “Lebih baik saya yang tahu kegilaan saya daripada Kiai yang tidak tahu kegilaan Kiai sendiri.”



dari buku Tapak Sabda, karya Fauz Noor (Pustaka Sastra LKiS Yogyakarta)

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar