Oleh
: Taufik Nurrohim[1]
Hampir sebelas tahun era reformasi
kita lalui, tapi geliat ekonomi masih biasa-biasa saja.
Sudah lima presiden kita pilih,
bahkan yang terakhir adalah presiden yang
menang dalam pemilu dua kali berturut-turut,
tapi kesejahteraan dan keadilan sosial
tetap, saja menjadi barang langka. Usaha
pemulihan stabilitas ekonomi dan
politik pun dilakukan. Kemudian, atas nama keseimbangan ekonomi makro, macam-macam subsidi dicabut secara
bertahap untuk kemudian pasarlah yang akan menentukan harga. Rakyat pun dengan
Serta merta merasakan akibatnya. Harga harga barang merangkak naik, biaya
transport naik berlipat-lipat, sementara penghasilan
tidak mengalami kenaikan yang cukup berarti. Pada saat itu rakyat
dituntut untuk bersabar dan bersabar. Yang kita lihat, rakyat memang cukup
bersabar, tapi sampai kapan kesabaran itu akan bertahan ?
Pertanyaan
ini penting karena sepertinya faktor psikologi ini sama sekali tidak menjadi salah satu pertimbangan setiap kali suatu kebijakan
ditetapkan. Pertimbangan ekonomi dan politik selalu mengatasi pertimbangan
psikologis. Kekecewaan yang berulangkali rakyat alami tidak dianggap sebagai
sesuatu yang penting, bahkan mungkin berbahaya. Kekecewaan rakyat yang
semestinya di urusi sedemikian
rupa, yang terjadi justru sebaliknya. Kekecewaan yang selama ini dirasakan rakyat, justru diperlebar oleh kebijakan kebijakan yang menantang amarah rakyat, atau oleh
sikap dan perilaku sebagian elit politik yang jauh dari santun dan
sederhana.
Bagaimana
tidak memuakkan, di satu sisi pemerintah menjual asset yang dalam jangka
panjang akan sangat berharga, sementara disisi lain para koruptor yang mempunyai kontribusi signifikan menyengsarakan
bangsa ini justru akan mendapatkan release & discharge. Bagaimana tidak miris, di
satu sisi macam-macam subsidi dihilangkan,
tapi para elit politik menunjukkan sikap dan perilaku
hura-hura. Bagaimana tidak lucu, pemimpin yang sudah tidak dikehendaki
oleh rakyat atau pejabat yang jelas-jelas telah melakukan kebohongan publik
dibiarkan begitu saja, atau malah diberi
kembali jabatan yang sebenarnya untuk orang-orang terhormat.
Sampai saat ini, rakyat benar-benar telah dibuat frustrasi
berulang kali. Anehnya,
frustrasi inilah yang tidak dipahami, atau dipahami tapi
dianggap tidak berarti. Mungkin betul
bahwa fondasi ekonomi harus dipersiapkan sedemikian rupa. Beban subsidi yang selama
ini mengambil bagian anggaran yang cukup
signifikan mungkin memang harus dihilangkan. Akan tetapi, apa manfaatnya
jika atas nama keseimbangan ekonomi makro
atau kuatnya fondasi perekonomian
nasional, membuat rakyat frustrasi, yang pada akhirnya akan mengarahkan
pada sikap dan perilaku yang kontra produktif.
Reaksi
masyarakat terhadap kekecewaan yang dirasakan mungkin beragam tergantung dari intesitas frustrasi yang dirasakan dan kondisi
sosial, ekonomi, serta politik masyarakat tersebut. Pada satu rezim, ada masyarakat yang
mencoba mengatasi frustrasi dengan apatisme
dan menghindari kontak dengan objek yang diklaim sebagai sumber
frustrasi. Kalau sudah demikian, jangan berharap, partisipasi
politik yang merupakan caranya proyek
demokratisasi akan tampak ke permukaan. Pada rezim yang lain, ada
masyarakat yang menunjukkan perilaku agresif
kepada objek yang diklaim sebagai sumber frustrasi atau kepada objek
yang dianggap tidak mengandung resiko terlalu besar. Berkowitz, mengatakan
perilaku agresi apapun selalu bersumber dari frustrasi.
Misalnya saja, sebagian masyarakat menjadi begitu curiga
dan sinis terhadap setiap apapun yang berhubungan dengan politik, tidak lagi
perduli dan apatis dengan apa-apa yang menimpa bangsa ini, bosan dan jengkel mendengar berita-berita sekitar
konfliks antar elit politik, tidak
bisa lagi mempercayai kata - kata manis elit politik, menjadi jera untuk
meneriakan protes atau sekedar mengingatkan kebijakan pemerintah yang dirasa
membebani mereka, atau bahkan tidak menggunakan hak pilihnya ketika masa
pemilihan umum nanti tiba. Kita pun menyaksikan
bagaimana masyarakat menjadi sangat rentan
tersulut untuk terlibat dalam setiap tindak kekerasan. Ada polisi yang dipukuli masa hanya karena diteriaki maling, ada pencuri sepeda motor
yang disiksa dan dibakar hidup-hidup, ada aparat berkelahi dengan aparat yang
lainnya, ada bom meledak membunuh banyak orang, ada, perkelahian antar kampung,
ada aksi tipu-tipu, dan banyak
kekerasan karena berbeda paham agama dan seterusnya.
Setiap
ada peluang, dimana, identitas diri menjadi kabur, maka pada, saat itu
frustrasi sepertinya mendapatkan jalan untuk muncul dalam beragam bentuk
kekerasan. Jika sedikit menengok ke belakang, kita akan teringat peristiwa
mengerikan, Mei 1998. Banyak orang meninggal bukan sebagai pahlawan, melainkan sebagai penjarah. Ada
wanita-wanita diperkosa bukan karena
libido seksual tak terkendali, melainkan karena, sinisme dan prasangka.
Gedung-gedung dibakar dengan api kemarahan massa yang spontan dan tidak
tertahankan. Peristiwa itu tentu sangat luar
biasa, dan seharusnya menjadi pelajaran bagi siapapun, bahwa frustrasi yang berkepanjangan selalu berakhir dengan.
petaka.
Peristiwa Mei 1998
bukan tanpa sebab. Peristiwa tersebut merupakah buah
dari kekecewaan sistematis masyarakat yang diciptakan oleh rejim suharto.
Kekecewaan tersebut terakumulasi sampai memenuhi batas kesabaran, dan ketika
situasi krisis ekonomi berada di
hadapan mata serta segala sesuatunya
memungkinkan, maka kekecewaan itu meledak dengan membabi buta.
Seharusnya keadaan ini menjadi cermin bagi pemerintahan manapun.
Bahwa frustrasi rakyat bukan perkara sepele. Psikologi rakyat jangan sampai
dikorbankan demi perhitungan-perhitungan ekonomis, atau agenda politis
tertentu. Apapun alasannya, rakyat jangan dikondisikan sedemikian rupa sehingga
terpenjara dalam frustrasi. Jika frustrasi
itu membesar dan meluas, bersamaan dengan itu tersedia faktor pemicu dan situasi serta kondisinya memungkinkan, bukan tidak mungkin peristiwa Mei 1998 akan
terulang kembali tentunya dengan skala lebih besar,
dan itu adalah revolusi.
[1] Penulis
adalah mahasiswa Psikologi UIN SGD angkatan 2008 dan Aktivis PMII Komisariat
UIN SGD Cabang Kota Bandung
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
0 komentar:
Posting Komentar